2012

0

2012

Posted on Monday, December 31

Baiklah, saya mau luruskan sesuatu hal terlebih dulu. Jika sebelumnya kalian mengira saya adalah tipe orang yang punya orientasi tinggi pada tanggal-tanggal cantik seperti cewek-cewek kebanyakan karena memilih menulis kembali di blog tepat di akhir tahun, maka kalian akan sepenuhya salah. Karena yang sebenarnya terjadi adalah, saat membuka jumlah postingan yang saya posting tahun ini, saya sendiri juga mikir, ‘Sebegitu sibuknya saya setahunan ini..’

Mari kita kilas balik sebentar. Tahun 2012.. banyak sekali perpindahan dalam hidup di tahun ini untuk saya. Mulai dari pindah ke rumah yang baru, punya kelas yang baru, sampai saya juga jadi lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-teman yang baru, tapi untuk hati.. yang satu ini pengecualian, tetap satu dan masih pada orang yang sama.

Jika Raditya Dika bisa jadi salmon di hidupnya, saya pun bisa jadi penguin di hidup saya. Salmon dan penguin sama-sama butuh migrasi ke tempat yang baru kalo lingkungannya berubah, bedanya, penguin hewan paling setia sama pasangan dan teman-temannya.

I’m happy for having them all
Have a great year ahead, people

0

Teman Jumatan Sahin & Jiwa Bisnis Tevez

Posted on Tuesday, August 28

Minggu pagi yang cerah di Indonesia ketika saya terbangun dan membuka timeline twitter saya penuh dengan gambar Nuri Sahin oleh akun-akun fanspage LFC yang telah memberi info bahwa Sahin akhirnya resmi ke Anfield, setelah sempat berputar-putar di langit London yang malah kemudian menemui dirinya sakit hati ketika Arsene Wenger berkata dirinya tidak lebih baik dari Jack Wilshere. Fans-fans Arsenal yang seminggu sebelumnya memuji-muji Sahin pun, (sampai-sampai mem-photoshopnya dengan Kaos Arsenal), jadi ikut-ikutan kata-kata Profesor-rambut-putih-yang-konon-master-ekonomi itu. Yang sekarang konon jadi Master-PHP.

Liverpool tahu betul apa yang dibutuhkan untuk menarik hati Sahin. Mengetahui karena tidak mungkin memasukkan poin “Kami bermain di Liga Champions” dalam proposal peminjaman kepada Sahin. Liverpool mengambil opsi lain, seminggu sebelumnya, ketika Sahin digembor-gemborkan bakal ke Arsenal, Liverpool dengan dingin mentransfer Oussama Assaidi. Brendan kemudian dengan cerdas menuliskan poin “Kami menghormati agama setiap pemain. Kami telah menyiapkan calon teman jumatan kamu. Kamu bisa sholat berjamaah dengan tenang tanpa perlu khawatir disini.” ke dalam proposal tadi. Manjur, Sahin berpikir kembali dan akhirnya memilih Liverpool.

Malamnya setelah Sahin diumumkan secara resmi, tamu Manchester City telah menunggu. Game yang spesial untuk Raheem Sterling. Pemuda luar biasa yang ketika di umur 17 tahun ini saya cuma masih bisa menulis artikel ini di sudut kamar. Dia dengan umur yang sama, sudah mencatat debut Premier League dari starter di Anfield sana. Dia sama sekali tidak demam panggung. Beberapa kali Sterling merepotkan Zabaleta dan Kolo Toure dari kiri. Sayang, otot-otot Sterling belum terbentuk dengan sempurna, akselerasi brilian yang seharusnya menjadi peluang, sering gagal sia-sia ketika Kolo Toure datang menempelkan ototnya pada Sterling.

Selain Sterling, Joe Allen adalah nama yang paling menonjol di pertandingan tersebut dalam hal passing dan visi bermain. Mencatat passing accuracy sebesar 100% di babak pertama dan 93,5% di babak kedua membuat dia pantas menjadi man-of-the-match. Saya khawatir Liverpool akan kalah di lini tengah ketika di menit awal, Lucas sudah harus keluar karena cedera. Karena Yaya Toure, Samir Nasri, James Milner, dan Nigel de Jong semuanya tipe gelandang petarung. Namun saya menyadari ternyata kekhawatiran saya tak beralasan saat Allen bermain dengan saat lugas. Tak heran, Mancini bahkan memasukkan Jack Rodwell di babak kedua dibanding memasukkan David Silva terlebih dahulu, menyadari lini tengahnya kalah dari Liverpool.

Martin Skrtel, terlepas dari back-pass-nya, dia terlihat sangat terpukul sekali. Setidaknya itu menunjukkan bahwa dia benar-benar mencintai klub ini, juga jangan pernah lupakan, tidak ada yang lebih baik di dunia ini selain mencetak gol pertama bagi klub di musim ini di hadapan tribun The Kop. Bandingkan dengan Mario Balotelli, mau dia membuang peluang, mendapat kartu merah, bertengkar dengan rekan setim, atau membakar rumahnya sendiri dengan petasan, mukanya tetap lurus, tanpa ada raut muka penyesalan sedikit pun.

Kembali ke pertandingan. Di akhir pertandingan, scoreboard menunjukkan skor imbang untuk dua tim. Dua gol Liverpool adalah dari set piece, dua gol City adalah dari blunder. Meski tercipta empat gol, sejujurnya tidak banyak momen menarik dalam pertandingan tersebut kecuali free-kick luar biasa indah Luis Suarez dan momen ketika Steven Gerrard dan Pablo Zabaleta terjatuh tepat di tribun fans City. Momen yang menggelitik. Dari sorotan kamera, terlihat fans City lebih memilih untuk membantu Gerrard untuk kembali berdiri daripada membantu Zabaleta. Tentu Stevie tidak lupa untuk berkata kepada mereka, “Sorry for your help. But tell to your boss. I’m one-man-team and unbuy-able.”

Oh iya, saya hampir lupa, ada satu lagi hal menarik dari pertandingan ini. Seusai wasit meniup peluit akhir petandingan. Carlos Tevez datang menghampiri Sterling dan bertukar kaos dengan Sterling. Saya harus mengakui jiwa bisnis yang luar biasa dari Tevez. Dia seperti tahu benar cara berinvestasi untuk masa depannya. Di masa pensiunnya kelak, Tevez berpikir, ketika dirinya sudah tidak sekaya sekarang dan terbelit hutang, dia akan berjalan menuju lemari kaosnya, mengambil kaos Sterling, mem-fotonya, dan menguploadnya di twitter, “Jual jersey vintage Liverpool. Raheem Sterling. Grade ori.”

0

Apa yang Salah dengan Liverpool?

Posted on Monday, April 9

Pertandingan melawan Aston Villa di Anfield semalam seakan membuka mata saya. Membuka mata saya untuk menulis artikel ini, tentang apa yang menjadi masalah kompleks Liverpool di musim ini. Banyak orang yang mengeluhkan passion dari pemain-pemain Liverpool sehabis kalah dari Newcastle seminggu lalu. Namun sebaiknya orang-orang tersebut melihat 45 menit kedua pertandingan semalam. Tak ada yang salah dengan spirit Anfield, lalu sebenarnya apa yang salah?

Permainan Liverpool adalah yang paling British di Inggris, skema penyerangan dengan mengandalkan permainan satu dua dahulu sebelum diakhiri oleh crossing oleh Downing-Enrique maupun Gerrard-Glenjo sudah sangat mudah ditebak bagi bek-bek lawan. Belum lagi Carroll yang angin-anginan. Bila sudah begitu, Kenny biasanya akan menyuruh Suarez, Kuyt, atau Bellamy melakukan penetrasi sendirian ke dalam penalty box. Tetapi kembali lagi, apabila kembali buntu. Habis sudah Liverpool. Dan begitu lah yang terjadi di hampir setiap game Liverpool musim ini. Bukan Kenny Dalglish lah yang sepenuhnya patut disalahkan, tetapi statistik. Saya yakin anda sedang mengernyitkan dahi ketika membaca pernyataan saya barusan. Sama seperti ketika saya menarik kesimpulan dari setiap mencermati pertandingan Liverpool dari Minggu ke Minggu.

Statistik pertama. Sejauh ini, telah 28 kali peluang emas Liverpool disabotase tiang gawang. Liverpool lebih tidak beruntung 9 kali dibanding tim mana pun dengan menjadi yang terbanyak. Kalau boleh berandai-andai, bila ke28 peluang itu menjadi gol, maka Liverpool akan mengoleksi poin 56, sama dengan Newcastle dan Chelsea sekarang.

Statistik kedua, jumlah crossing Liverpool juga jadi yang tertinggi di EPL dengan rataan 29 crossing per game. Namun jangan bangga dulu, mari kita cermati pertandingan melawan Aston Villa semalam. Di babak pertama, dari 17 crossing yang tercipta, hanya 4 yang kena sasaran. Miris bila kita melihat ada nama Downing dan Carroll di jajaran line up kita.

Statistik ketiga, rataan kemampuan striker Liverpool mengkonversi peluang menjadi gol. Suarez memerlukan 15,2 shoot untuk setiap 1 gol. Andy Carroll malah lebih parah lagi, hanya 1 gol per 19,2 shoot. Bandingkan dengan Papiss Demba Cisse di Newcastle yang hanya membutuhkan 2,6 shoot untuk 1 gol. Melihat statistik ini, rasanya membeli goal-getter baru di summer nanti adalah suatu keharusan.

Rentetan statistik tersebut menyulitkan Kenny sebagai manager dalam menentukan formasi. Segala macam upaya telah dicoba. Mulai dengan tidak memasang defensive midfielder seperi melawan Aton Villa semalam, memasang formasi 4-3-3 ketika melawan Newcastle, sampai yang paling ekstrem, yang mungkin kita hanya bisa menemuinya sekali saja dalam sepak bola modern, Kenny memasang formasi 3 bek, yakni kala melawan Stoke di EPL musim ini, dengan menempatkan Carra menjadi libero. Selain formasi, semua pemain juga telah dicoba oleh Kenny. Susunan pemain Kenny di setiap laga selalu berbeda. Ketika para Liverpudlian mulai rewel meminta pemain-pemain muda untuk ditampilkan. Kenny pun menuruti. Mulai dari Kelly, Flano, Shelvey, bahkan Raheem Sterling telah mencatatkan debut perdananya. Namun tetap saja semua usaha itu hasilnya selalu minor.

Pekerjaan begitu besar menanti Kenny, pemilik Liverpool, dan Damien Comolli di summer nanti. Harus ada revolusi di beberapa pos penting. Setidaknya, menurut pendapat saya, kita membutuhkan pemain bintang di 2 posisi: goal-getter dan trequartista. Beli striker model-model pembunuh selevel Huntelaar atau Cavani untuk jadi tandem Suarez di depan. Kemudian beli playmaker kreatif semacam Luka Modric atau David Silva. Lalu geser peran Stevie menjadi sayap kanan, lihat lah betapa eksplosifnya crossing Stevie di beberapa pertandingan Liverpool terakhir, bahkan keakuratannya terkadang melebihi Downing dan Enrique. Dan yang terakhir, percayakan kembali posisi defensive midfielder kepada Lucas ketika dia comeback nanti.

Wake up, Reds!

0

My Favorite Stuffs

Posted on Thursday, March 29

Setiap orang mempunyai caranya tersendiri untuk mengembalikan moodnya. Bisa dengan menonton film, membaca buku, mendengarkan musik, atau dengan cara yang paling sederhana seperti cara saya, melihat langit. Langit adalah cerminan dari imajinasi kita. Dengan begitu, melihat langit bisa juga dikatakan memainkan dan mengatur imajinasi sesuka hati kita yang muaranya nanti akan berpengaruh ke mood kita.



Cara kedua, minum kopi dan lagu-lagu Adhitia Sofyan. Hati saya seperti sudah tertambat pada "September, After the Rain, Gaze..dll"-nya Adhitia Sofyan.

Lirik-lirik dan alunan gitar Adhitia Soyan ibarat filosofi total football yang melegenda dari Rinus Michels. Lalu kopi adalah bentuk penyempurnannya, sebagaimana para Catalan mengimpresikan filosofi Rinus Michels tersebut di lapangan bola sekarang. Keduanya sama-sama indah.

0

Paham Politikisme Dalam Sepak Bola

Posted on Tuesday, March 13

Berbicara tentang sepak bola, erat kaitannya dengan politik. Keduanya saling berkaitan antar satu sama lain. Apalagi di negara-negara yang sepak bolanya masih dalam tahap berkembang seperti di Indonesia. Tidak hanya di negara-negara yang berkembang, di negara-negara yang maju pun demikian. Siapa yang tidak mengenal Silvio Berlusconi? Mantan perdana menteri Italia yang pernah menjabat dalam 3 periode yang berbeda. Ia pemilik klub AC Milan. Saat menjadi perdana menteri, Silvio Berlusconi tidak melulu berurusan dengan politik, ia dikenal sebagai pebisnis ulung, ia mengakuisisi AC Milan dan menjadikan klub itu ladang bisnisnya selain perusahaan stasiun tv nasional dan surat kabar terbesar di Italia yang dimilikinya.
Di negara kita, sepak bola bukan menjadi rahasia lagi bila telah menjadi dagangan politik. Para politikus-politikus berlomba-lomba mencari simpatisannya melalui jalur ini. Bukan hal yang baru jika kita sering melihat stadion-stadion di Indonesia sering disewa untuk digunakan acara-acara kampanye. Saya masih ingat tahun 2008, rumput stadion utama Gelora Bung Karno rusak berat akibat acara partai politik yang diadakan disana, padahal sehari setelah itu timnas kedatangan raksasa dari Jerman, Bayern Muenchen. Apa daya? Kita harus melihat Oliver Kahn menjalani laga perpisahannya di lapangan yang rumputnya rusak berat.
Negara kita masih dalam tahap mengindustrialisasikan sepak bolanya. Dalam arti, sepak bola kita belum sepenuhnya profesional layaknya di Eropa. Hal tersebut kembali erat kaitannya dengan politik. Belum profesional sepenuhnya sama saja masih mengandalkan APBD. Dalam hal ini lah para politikus-politikus di daerah menggunakan sepak bola untuk memuluskan kepentingannya khususnya disaat masa-masa menjelang pilkada atau sejenisnya.
Kasus terbaru terdapat pada sosok Alex Noerdin. Gubernur Sumatera Selatan yang mengaku juga sebagai pengagum olahraga di negeri ini. Akhir-akhir ini Alex Noerdin disebut-sebut akan diusung partai Golkar dibawah naungan Aburizal Bakrie untuk menjadi calon gubernur DKI Jakarta pada masa periode yanga kan datang. Entah partai Golkar yang memang jago berpolitik dalam sepak bola atau bagaimana, seperti saat AFF 2010 timnas diundang dijamu makan di kediaman petinggi Golkar itu.
Start “kampanye” awal telah dilakukan ketika Persija melawan Persegres di GBK. Alex Noerdin tampak datang menonton pertandingan sambil memakai syal Persija. Cukup aneh bukan, seorang gubernur Sumatera Selatan datang menonton Persija dan memakai syal oranye kebanggaan Persija, padahal Sumatera Selatan sendiri punya Sriwijaya FC. Padahal seminggu sebelumnya, banner Alex Noerdin masih terpampang jelas di samping lapangan Gelora Jakabaring Palembang ketika Sriwijaya menjamu Mitra Kukar. Alex Noerdin tidak sendiri hadir di GBK, ia didampingi Hendry Zainuddin yang tidak bukan merupakan direktur teknik dari Sriwijaya FC. Hendry bahkan terlihat lebih “aneh” lagi, ia bahkan memakai kaos oranye kebanggaan Persija. Apakah tidak lebih aneh, seorang direktur teknik suatu tim datang menonton tim yang merupakan rival dari timnya sendiri dan memakai kaos tim rivalnya tersebut.
Jika alasan yang dikemukakan nantinya adalah beliau-beliau ini menonton Persija dan memakai atribut Persija dikarenakan Sriwjiaya masih memiliki ikatan historis dengan Persijatim Jakarta Timur di masa lalu. Maka saya bersukur selama ini bukan menjadi bagian pendukung sejati Sriwijaya, karena saya tidak merasakan sakit hati seperti yang dirasakan fans-fans Sriwijaya disana.

0

Era Baru Kenny Dalglish

Posted on Thursday, March 1

Tepat 1 tahun dan 1 bulan sejak comeback-nya Kenny Dalglish ke Melwood. Liverpool akhirnya kembali berhasil merengkuh gelar pertamanya setelah puasa gelar hampir selama kurang lebih 6 tahun dan juga mengakhiri penantian panjangnya untuk kembali ke Wembley setelah 16 tahun lamanya. King Kenny seperti tahu benar bagaimana cara untuk mengembalikan pesta juara yang selama ini sangat dirindukan oleh seluruh Liverpudlian di seantero dunia.

Seperti penggalan quote Kenny yang saya baca di beberapa media online beberapa hari kemarin, yang kurang lebih isinya seperti ini, "Sebelum Istanbul, generasi fans saat itu tidak punya cerita seperti yang orang tua mereka punya, karena LFC bertahun-tahun tidak ke final UCL. Mereka akhirnya punya kisah tentang perjalanan & perayaan di Istanbul. Meski Carling kompetisi kecil, fans juga akan tetap punya cerita..".
Yap, benar.. Kenny memberi cerita lain kepada kita semua Minggu lalu, meski dengan jalan cerita yang hampir sama dengan cerita-cerita yang sebelumnya. Cerita final dramatis yang berujung manis. Tipikal Liverpool memang.
Pertandingan tampak akan terasa berjalan mudah bagi Liverpool ketika di menit ke-2 tendangan Glen Johnson sudah membentur mistar gawang Cardiff. Quarter awal babak pertama begitu didominasi Liverpool terutama lewat sisi kiri oleh Stewart Downing yang tampil begitu impresif malam itu. Namun tak lama, tribun The Kop di belakang gawang Reina tiba-tiba dikejutkan oleh gol cepat Joe Mason. 1-0 untuk Cardiff.
Di sisa akhir babak pertama Liverpool terus mengurung pertahanan Cardiff, tetapi skor tidak berubah sampai turun minum. Babak kedua dimulai, Liverpudlian mulai harap-harap cemas, banyak peluang emas gagal dari Suarez, Carroll, dan Agger yang semakin membuat jantung para Liverpudlian berdetak lebih keras dan cepat. Hingga akhirnya, Martin Skrtel mencairkan semuanya. Sebuah tendangan menulusur tanah hasil rebound Suarez yang melewati sela-sela kaki kiper Cardiff. Skor berubah imbang, 1-1.
Skor terus berimbang. Kenny Dalglish mulai terdesak untuk memasukkan nama-nama baru yang bisa menyegarkan permainan. Berbagai percobaan terus dilakukan. Dan itu akhirnya membuahkan hasil nyata, Dirk Kuyt muncul sebagai sosok protagonis. Gol Kuyt meledakkan Wembley. Liverpudlian mulai menyayikan chant-chant seakan amat yakin bila Carling Cup tahun ini akan terbang ke Anfield. Namun tidak secepat itu, lads.. Ben Turner mengingatkan kita semua agar tidak berpesta kepagian dan kembali melihat ke tanah sebelum wasit meniupkan peluit panjangnya. Kita disuguhi jalan cerita yang sama lagi, adu penalti.

Jari-jari dan rahang yang menegang mencapai klimaksnya. Sempat diwarnai drama kecil keluarga Gerrard yang sama-sama gagal mengeksekui penalti, Liverpool lagi-lagi menunjukkan magisnya di final.
Kemenangan ini membawa kita kembali ke medio awal 2000-an di masa kepelatihan Gerrard Houllier. Momennya sama persis. Setelah hampa gelar di akhir 90-an, Houllier menghapus dahaga kala itu dengan membawa Liverpool menjuarai Carling cup edisi 2001. Skuad Liverpool pun tak kalah sama persis seperti sekarang, yakni perpaduan seimbang antara pemain muda dan pemain senior. Bila waktu itu Robbie Fowler dan Gary McAllister yang membimbing Michael Owen, Steven Gerrard, dan Jamie Carragher. Kini giliran Stevie dan Carra lah yang gantian membimbing pemain-pemain muda semacam Carroll, Downing, dan Henderson. Bila dihitung dengan matematika dasar di atas kertas putih, dari trofi Carling Cup 2001 ke trofi Uefa Champions League 2005 hanya membutuhkan 4 tahun saja.
Maka, bukankah tidak salah bila kita berharap yang sama dalam beberapa tahun ke depan? Biarkan King yang menjawabnya.

0

Resolusi Lebih Penting daripada Risol-isi

Posted on Wednesday, January 4

Selamat tahun baru 2012! Nggak terasa udah ganti tahun aja. Tahun lalu buat gue menyimpan banyak memori yang dikenang. Sekolah, teman, cinta, semuanya. Dari masa-masa unas dan kini gue berreinkarnasi menjadi anak sma, kemudian pergantian teman-teman gue yang dulunya teman smp kemudian relasinya meluas jadi teman sma, sebagian hidup gue mengalami transisi kehidupan.
Anyway, malem tahun baru kemarin gue lewatkan hanya dengan menghabiskan waktu di rumah. Kumpul bareng keluarga lengkap, pesta duren, dan nonton Limbad ditimpa beton. Ngomong-ngomong soal Limbad, gue jadi inget kata-kata Adi Nugroho sebagai host waktu itu saat menjelang detik-detik pergantian tahun, saat Limbad dikeduk dari timpaan beton, dan dia diberi pertolongan pertama oleh petugas medis. Jadi begini:
Si Adi ngomong, “Baiklah pemirsa kita akan break sebentar, jangan kemana2.. Karena tentunya kebahagian tahun baru akan tetap bersama kita..”
Dalam hati, gue bilang, “Woy itu Limbad mau mati!! Cepet tolongin!!”
Tetapi, sama seperti Limbad yang berusaha keras untuk tetap hidup dalam timpaan beton kemarin. Gue pun akan demikian. Di tahun 2012 gue akan berusaha lebih keras untuk mewujudkan resolusi gue, baik resolusi-resolusi yang belum kesampaian di tahun kemarin juga resolusi-resolusi baru untuk tahun ini. Hup! Have a great year ahead, all!