April 2012

0

Apa yang Salah dengan Liverpool?

Posted on Monday, April 9

Pertandingan melawan Aston Villa di Anfield semalam seakan membuka mata saya. Membuka mata saya untuk menulis artikel ini, tentang apa yang menjadi masalah kompleks Liverpool di musim ini. Banyak orang yang mengeluhkan passion dari pemain-pemain Liverpool sehabis kalah dari Newcastle seminggu lalu. Namun sebaiknya orang-orang tersebut melihat 45 menit kedua pertandingan semalam. Tak ada yang salah dengan spirit Anfield, lalu sebenarnya apa yang salah?

Permainan Liverpool adalah yang paling British di Inggris, skema penyerangan dengan mengandalkan permainan satu dua dahulu sebelum diakhiri oleh crossing oleh Downing-Enrique maupun Gerrard-Glenjo sudah sangat mudah ditebak bagi bek-bek lawan. Belum lagi Carroll yang angin-anginan. Bila sudah begitu, Kenny biasanya akan menyuruh Suarez, Kuyt, atau Bellamy melakukan penetrasi sendirian ke dalam penalty box. Tetapi kembali lagi, apabila kembali buntu. Habis sudah Liverpool. Dan begitu lah yang terjadi di hampir setiap game Liverpool musim ini. Bukan Kenny Dalglish lah yang sepenuhnya patut disalahkan, tetapi statistik. Saya yakin anda sedang mengernyitkan dahi ketika membaca pernyataan saya barusan. Sama seperti ketika saya menarik kesimpulan dari setiap mencermati pertandingan Liverpool dari Minggu ke Minggu.

Statistik pertama. Sejauh ini, telah 28 kali peluang emas Liverpool disabotase tiang gawang. Liverpool lebih tidak beruntung 9 kali dibanding tim mana pun dengan menjadi yang terbanyak. Kalau boleh berandai-andai, bila ke28 peluang itu menjadi gol, maka Liverpool akan mengoleksi poin 56, sama dengan Newcastle dan Chelsea sekarang.

Statistik kedua, jumlah crossing Liverpool juga jadi yang tertinggi di EPL dengan rataan 29 crossing per game. Namun jangan bangga dulu, mari kita cermati pertandingan melawan Aston Villa semalam. Di babak pertama, dari 17 crossing yang tercipta, hanya 4 yang kena sasaran. Miris bila kita melihat ada nama Downing dan Carroll di jajaran line up kita.

Statistik ketiga, rataan kemampuan striker Liverpool mengkonversi peluang menjadi gol. Suarez memerlukan 15,2 shoot untuk setiap 1 gol. Andy Carroll malah lebih parah lagi, hanya 1 gol per 19,2 shoot. Bandingkan dengan Papiss Demba Cisse di Newcastle yang hanya membutuhkan 2,6 shoot untuk 1 gol. Melihat statistik ini, rasanya membeli goal-getter baru di summer nanti adalah suatu keharusan.

Rentetan statistik tersebut menyulitkan Kenny sebagai manager dalam menentukan formasi. Segala macam upaya telah dicoba. Mulai dengan tidak memasang defensive midfielder seperi melawan Aton Villa semalam, memasang formasi 4-3-3 ketika melawan Newcastle, sampai yang paling ekstrem, yang mungkin kita hanya bisa menemuinya sekali saja dalam sepak bola modern, Kenny memasang formasi 3 bek, yakni kala melawan Stoke di EPL musim ini, dengan menempatkan Carra menjadi libero. Selain formasi, semua pemain juga telah dicoba oleh Kenny. Susunan pemain Kenny di setiap laga selalu berbeda. Ketika para Liverpudlian mulai rewel meminta pemain-pemain muda untuk ditampilkan. Kenny pun menuruti. Mulai dari Kelly, Flano, Shelvey, bahkan Raheem Sterling telah mencatatkan debut perdananya. Namun tetap saja semua usaha itu hasilnya selalu minor.

Pekerjaan begitu besar menanti Kenny, pemilik Liverpool, dan Damien Comolli di summer nanti. Harus ada revolusi di beberapa pos penting. Setidaknya, menurut pendapat saya, kita membutuhkan pemain bintang di 2 posisi: goal-getter dan trequartista. Beli striker model-model pembunuh selevel Huntelaar atau Cavani untuk jadi tandem Suarez di depan. Kemudian beli playmaker kreatif semacam Luka Modric atau David Silva. Lalu geser peran Stevie menjadi sayap kanan, lihat lah betapa eksplosifnya crossing Stevie di beberapa pertandingan Liverpool terakhir, bahkan keakuratannya terkadang melebihi Downing dan Enrique. Dan yang terakhir, percayakan kembali posisi defensive midfielder kepada Lucas ketika dia comeback nanti.

Wake up, Reds!