2010

0

Hari itu Kita Bersatu

Posted on Thursday, December 30


Rabu, 29 Desember 2010
Kan kukenang selalu hari itu...

Bangsa ini melupakan sejenak warna kebesaran suporter kedaerahannya, melupakan perbedaan sukunya, melupakan perbedaan agamanya. Laki-laki, perempuan, tua, muda semuanya bersama dalam satu warna yang sama yaitu merah putih dan bersama mengenakan satu kebanggan yang sama yaitu garuda di dada. Gelora Bung Karno bagaikan satu titik pusat dari seluruh luas wilayah negeri ini. Gelora Bung Karno tak ubahnya seperti tempat ibadah bagi seluruh rakyat negeri ini.

Urusan mengerti permainan atau tidaknya itu urusan nanti.


Ya, ini hanya permainan sepakbola, lawan yang akan dihadapi pun hanya negara tetangga. Bukan negara-negera dunia seperti Spanyol atau Belanda. Tapi ini lebih dari soal lawan yang akan dihadapi. Ini urusan harga diri.

Sejak pagi Gelora Bung Karno sudah banyak didatangi oleh para calon jemaahnya. Media juga sudah menjadi barang tentu untuk tidak lupa melakukan laporan langsungnya. Semua sudah siap, rumput lapangan yang 3 hari sebelumnya rusak diinjak-injak sudah siap. Begitu pula dengan keamanan, tak kurang dari 9.000 personil telah disiapkan, baik di luar maupun di dekat lapangan. Apa yang kurang? Tidak ada. Kita hanya tinggal menunggu rombongan 11 kesatria kebanggaan kita itu untuk datang.


Sorenya, Gelora Bung Karno sudah mencapai kapasitas maksimalnya. Presiden sampai tukang becak sudah menikmati tempatnya masing-masing. Rombongan kesatria yang kita tunggu pun telah datang. Opa Riedl kembali ke formasi yang sama ketika membantai Malaysia di fase grup, kecuali minus Okto yang terkena akumulasi kartu kuning. Markus yang dikabarkan cedera sehari sebelumnya ternyata tetap diturunkan. Di kuartet pertahanan, Zulkifli, Hamka Hamzah, Maman, dan Nasuha sudah menjadi harga mati sejak babak penyisihan. Di tengah, M. Ridwan, Firman, Bustomi, dan Arif Suyono dipasangkan bersama, praktis tidak ada perubahan di tengah. Hanya di posisi depan yang ada sedikit kejutan, banyak pengamat yang memprediksi Gonzales akan dipasangkan dengan Bambang Pamungkas khusus untuk pertandingan ini. Tapi ternyata Riedl tetap pada pakem awal, malam ini Riedl lebih mempercayakan Irfan daripada Bambang untuk mendampingi Gonzales di lini depan.

Pemain memasuki lapangan, lagu Indonesia Raya berkumandang. Ada yg menggengam tangannya di dada, ada yang mengepalkan tangannya di udara, sampai ada juga yang menangis! Tengok ekspresi M. Ridwan ketika menyanyikan Indonesia Raya! Dia menangis, harmoni yang luar biasa!

Babak pertama dimulai, pemain kita masih mencari ritmenya. Beberapa kali M. Ridwan lepas kontrol bolanya. Selepas 15 menit berlalu, momentum itu akhirnya datang. Sebuah crossing dari Zulkifli menimbulkan kemelut di muka gawang Malaysia. Bola liar, Arif Suyono tiba-tiba datang dan menyundul bola, bola menyentuh tangan Mohd. Sabree, bek Malaysia. Penalti! Sang kapten maju untuk mengambilnya, tapi apa daya, tekanan yang ada di pundaknya begitu besar. Bola yang ditendangnya hanya meluncur pelan. Penalti gagal! Momentum emas itu hilang. Di sisa waktu babak pertama, Indonesia terus menekan. Tercatat lebih dari 5 peluang emas tercipta tapi belum menemui hasil. Skor masih imbang tanpa gol.

Babak kedua adalah penentuannya. Tak ada pilihan lain bagi Indonesia kecuali menyerang habis-habisan untuk mengejar defisit 3 gol dari Malaysia.
Baru 10 menit berjalan, Maman melakukan salah umpan. Bola diterima Mohd. Ashari. Tanpa pikir panjang, Ashari mengirim bola diantara dua bek Indonesia, Zulkifli dan Hamka Hamzah. Bola tersebut langsung ke depan menuju Mohd. Safee. Hanya dengan sekali sentuhan dan sekali tendangan, masuk! Sebuah tamparan dari Malaysia.


Arif Suyono menangis sesaat setelah gol Malaysia

Posisi Indonesia semakin terjepit, se-terjepitnya posisi Nurdin kala itu. Penonton mulai menyuarakan "Nurdin Turun Nurdin Turun".

Indonesia harus mencetak 5 gol dalam kurun waktu 30 menit yang tersisa! Riedl melakukan penyegaran, Arif Suyono yang kram diganti Toni Sucipto, Nasuha ditarik agak ke depan. Bambang pun akhirnya masuk bersama Eka menggantikan Irfan dan Firman. Tampak di layar, Irfan sangat terpukul saat di bench pemain.

But, the game must go on... Indonesia menekan habis-habisan. Menit 70, crossing dari Zullkifli membentur badan pemain Malaysia. Bola ke tengah, ada Bustomi disana. Ruang untuk menembak sangat terbuka, namun Bustomi tidak memutuskan untuk menembaknya langsung, dia cerdas! Dia memutuskan untuk meng-keeping bola terlebih dahulu baru menembak. Sayang, tendangannya masih bisa ditepis kiper Malaysia yang memang tampil baik malam itu, bola rebound, tetapi Nasuha seketika datang menyongsong bola, dan... gol untuk Indonesia!

Secerca harapan muncul, tapi sudah terlambat.
Waktu hanya tersisa 10 menit. Pemain kita masih terus menekan pertahanan Malaysia. Tidak harus juara, mencetak 1 gol lagi dirasa sudah cukup, minimal untuk membuktikan ke negara sebelah itu kalo kita bisa menang tanpa ada teror dsb. Dan akhirnya berhasil, menit 87 sebuah solo run dari M. Ridwan membuahkan hasil. Tendangan Ridwan membentur kepala bek Malaysia sebelum masuk ke jala Malaysia! Skor akhir, Indonesia 2-1 Malaysia.

Lupakan sudah soal piala itu!
Ada yang lebih penting, kita berhasil menjaga kesucian Gelora Bung Karno selama AFF 2010 ini, kita tak pernah kalah disana! Dan yang terpenting dari semuanya, sepakbola di AFF 2010 ini mampu memberikan semangat baru bagi bangsa yang luar biasa ini!

Terimakasih Irfan, Christian, Maman, Firman dan lainnya...
Sepakbola adalah pemersatu bangsa, salam garuda di dada!

5

Pemain Kita Belum Berani

Posted on Wednesday, September 8



Pernahkah kita melihat pemain Indonesia yang bermain di luar Indonesia?

Coba hitung, paling juga nggak banyak.
Sampai saat ini cuma ada nama-nama...

Iswadi Idris (Western Suburbs. Australia)Surya Lesmana, Risdianto, Gunawan & Jeffrey (Mackinnon Mackenzie. Hong Kong)Ricky Yacobi (Matsushita (sekarang Gamba Osaka) Jepang)Robby Darwis (Kelantan FC. Malaysia)Bambang Pamungkas (EHC Norad Belanda & Selangor FC Malaysia)Kurniawan DJ (Sampdoria FC. Italia, FC Luzern Swiss & Serawak FC. Malaysia)Kurnia Sandy (Sampdoria FC. Italia)Rocchy Putiray (Instant Dict, Kitchee FC & South China FC. Hongkong)Bima Sakti (Helsingborgs IF Swedia)
Ilham Jaya Kesuma
(MPPJ Selangor, Malaysia)Ponaryo Astaman (Telkom Malaysia)Elie Aiboy (Selangor FC Malaysia)Budi Sudarsono (Polis Di Raja Malaysia).Jajang Mulyana & Riyandi Ramadhanaputra (Boavista FC. Brazil)

Mungkin ada beberapa lagi.
Satu pertanyaan muncul: “Kenapa pemain-pemain kita nggak mau main di luar, dan cuma main di liga sendiri?”
Jawabannya : pemain-pemain kita cenderung sudah nyaman dengan persepakbolaan Indonesia, sudah nyaman dengan kehidupan di Indonesia. Mereka sulit untuk jauh dengan keluarga. Mereka rasa gaji mereka yang di Indonesia sudah cukup, tanpa harus merantau ke luar Indonesia.

Coba tengok sedikit ke luar. Kenal nama-nama Samuel Eto’o? Didier Drogba? Atau Salomon Kalou?

Mereka sudah sangat familiar di seluruh dunia. Mereka pebola Afrika. Kenapa mereka begitu sukses? Jawabannya karena mereka berani untuk mencari tantangan. Mencari sesuatu yang baru.
Kehidupan mereka di Afrika tentu tidak sebagus kehidupan pebola kita di Indonesia. Tapi inilah yang mendorong mereka untuk memperbaiki kehidupan sosial mereka. Dengan cara? Ya itu tadi, mereka datang merantau ke Eropa untuk bermain bola, dengan harapan ada klub Eropa yang melirik mereka.

Balik ke pemain-pemain kita.
Flashback ke pemain-pemain kita yang udah pernah merantau macam mas bepe dll.
Bagaimana kiprah mereka di klub-klub luar? Nggak memalukan kok. Malah bisa dibilang cukup sukses.

Tengok bagaimana aksi heroik Bambang Pamungkas dan Elie Aiboy di Selangor FC tahun 2005 silam. Mereka dieluk-elukkan. Mereka dipuja bak pahlawan, Mereka jadi aktor penting Selangor FC untuk memenangkan treble winners kala itu.
Selain mas Bepe dan Elie Aiboy. Indonesia masih punya Kurniawan Dwi Julianto, Rocchy Puttiray, dll...

Masih ingat proyek besar PSSI? yaitu proyek Primavera dan Baretti di Italia pada awal dekade 90an silam? Pada masa-masa itu Indonesia punya anak kurus yang disebut-sebut the rising star. Kurniawan “si kurus” Dwi Julianto. Yap, Mas Kurniawan dirasa adalah aset paling menjanjikan pada saat itu. Saat itu dia cepat, lincah, penempatan posisinya juga bagus.
Kurniawan Dwi Julianto seangkatan dengan Alessandro Del Piero (pemain Juventus saat ini). Saat itu, mereka berdua oleh media Italia dianggap adalah dua bintang masa depan di Italia yang paling menjanjikan.

Jadilah saat itu mas kurus gabung dengan Sampdoria FC. Lalu Ale Del Piero gabung dengan Juventus.
Bedanya, kala itu harapan mas kurus harus pupus, dan harus balik ke Indonesia. Sedangkan Ale tetap jadi bagian Juventus hingga sekarang, bahkan Ale sekarang jadi kapten nomer satu Juve.


Selain itu, proyek Primavera Baretti juga sempat menelurkan Kurnia Sandy. Kiper Indonesia ini juga sempet mencicipi bergabung dengan Sampdoria FC.

Ada satu cerita lagi dari pemain Indonesia yang jadi perantauan dari luar. Cerita datang dari Rocchy Puttiray.
Pemain yang dikenal nyentrik. Dengan gaya rambut dan cara pemilihan dan penggunaan sepatu yang bisa dibilang “aneh”. Tahun 2004, AC Milan mengadakan tur pra musim ke Asia, dan salah satu tim yang beruji coba dengan AC Milan saat itu adalah Kitchee FC (Hongkong). Tim yang dibela Rocchy Puttiray. Rocchy saat itu kebetulan adalah jadi ujung tombak andalan Kitchee FC.



Yang bikin bangga, Rocchy nyetak 2 gol di pertandingan di itu, dan membuat timnya menang 2-1 atas raksasa Italia AC Milan (meskipun bukan semuanya tim inti Milan) tapi Andrey Shevchenko ikutan main waktu itu. Andrey Shevchenko adalah mantan pemain Milan asal Ukraina yang sempet mecahin rekor transfer terbesar di Inggris saat ditransfer dari Milan ke Chelsea tahun 2006. Entah apa yang dihati Rocchy Putiray kala itu :P

Ini harus jadi pelajaran agar kedepannya bisa jadi lebih baik. Pemain-pemain kita harus lebih berani berbicara banyak di dunia luar. Jangan takut mencoba sesuatu hal yang baru. Nggak selamanya
“ranah perantauan itu seburuk seperti apa yang kita kira kok”.