0

Era Baru Kenny Dalglish

Posted on Thursday, March 1

Tepat 1 tahun dan 1 bulan sejak comeback-nya Kenny Dalglish ke Melwood. Liverpool akhirnya kembali berhasil merengkuh gelar pertamanya setelah puasa gelar hampir selama kurang lebih 6 tahun dan juga mengakhiri penantian panjangnya untuk kembali ke Wembley setelah 16 tahun lamanya. King Kenny seperti tahu benar bagaimana cara untuk mengembalikan pesta juara yang selama ini sangat dirindukan oleh seluruh Liverpudlian di seantero dunia.

Seperti penggalan quote Kenny yang saya baca di beberapa media online beberapa hari kemarin, yang kurang lebih isinya seperti ini, "Sebelum Istanbul, generasi fans saat itu tidak punya cerita seperti yang orang tua mereka punya, karena LFC bertahun-tahun tidak ke final UCL. Mereka akhirnya punya kisah tentang perjalanan & perayaan di Istanbul. Meski Carling kompetisi kecil, fans juga akan tetap punya cerita..".
Yap, benar.. Kenny memberi cerita lain kepada kita semua Minggu lalu, meski dengan jalan cerita yang hampir sama dengan cerita-cerita yang sebelumnya. Cerita final dramatis yang berujung manis. Tipikal Liverpool memang.
Pertandingan tampak akan terasa berjalan mudah bagi Liverpool ketika di menit ke-2 tendangan Glen Johnson sudah membentur mistar gawang Cardiff. Quarter awal babak pertama begitu didominasi Liverpool terutama lewat sisi kiri oleh Stewart Downing yang tampil begitu impresif malam itu. Namun tak lama, tribun The Kop di belakang gawang Reina tiba-tiba dikejutkan oleh gol cepat Joe Mason. 1-0 untuk Cardiff.
Di sisa akhir babak pertama Liverpool terus mengurung pertahanan Cardiff, tetapi skor tidak berubah sampai turun minum. Babak kedua dimulai, Liverpudlian mulai harap-harap cemas, banyak peluang emas gagal dari Suarez, Carroll, dan Agger yang semakin membuat jantung para Liverpudlian berdetak lebih keras dan cepat. Hingga akhirnya, Martin Skrtel mencairkan semuanya. Sebuah tendangan menulusur tanah hasil rebound Suarez yang melewati sela-sela kaki kiper Cardiff. Skor berubah imbang, 1-1.
Skor terus berimbang. Kenny Dalglish mulai terdesak untuk memasukkan nama-nama baru yang bisa menyegarkan permainan. Berbagai percobaan terus dilakukan. Dan itu akhirnya membuahkan hasil nyata, Dirk Kuyt muncul sebagai sosok protagonis. Gol Kuyt meledakkan Wembley. Liverpudlian mulai menyayikan chant-chant seakan amat yakin bila Carling Cup tahun ini akan terbang ke Anfield. Namun tidak secepat itu, lads.. Ben Turner mengingatkan kita semua agar tidak berpesta kepagian dan kembali melihat ke tanah sebelum wasit meniupkan peluit panjangnya. Kita disuguhi jalan cerita yang sama lagi, adu penalti.

Jari-jari dan rahang yang menegang mencapai klimaksnya. Sempat diwarnai drama kecil keluarga Gerrard yang sama-sama gagal mengeksekui penalti, Liverpool lagi-lagi menunjukkan magisnya di final.
Kemenangan ini membawa kita kembali ke medio awal 2000-an di masa kepelatihan Gerrard Houllier. Momennya sama persis. Setelah hampa gelar di akhir 90-an, Houllier menghapus dahaga kala itu dengan membawa Liverpool menjuarai Carling cup edisi 2001. Skuad Liverpool pun tak kalah sama persis seperti sekarang, yakni perpaduan seimbang antara pemain muda dan pemain senior. Bila waktu itu Robbie Fowler dan Gary McAllister yang membimbing Michael Owen, Steven Gerrard, dan Jamie Carragher. Kini giliran Stevie dan Carra lah yang gantian membimbing pemain-pemain muda semacam Carroll, Downing, dan Henderson. Bila dihitung dengan matematika dasar di atas kertas putih, dari trofi Carling Cup 2001 ke trofi Uefa Champions League 2005 hanya membutuhkan 4 tahun saja.
Maka, bukankah tidak salah bila kita berharap yang sama dalam beberapa tahun ke depan? Biarkan King yang menjawabnya.

Discussion

Leave a response